Dalamnegara demokrasi, peranan infrastuktur politik sangat penting sebab. - 25834605 1. Masuk. Daftar. 1. Masuk. Daftar. Sekolah Menengah Pertama. Ppkn. 5 poin Dalam negara demokrasi, peranan infrastuktur politik sangat penting sebab. Unduh jpg. Tanyakan detil pertanyaan ; Ikuti tidak puas? sampaikan! dari SlthnIsyaA 01.12.2019 Masuk
- Suprastruktur dan infrastruktur politik adalah dua komponen dalam sistem politik yang menjalankan roda pemerintahan di Indonesia. Berikut pengertian dan perbedaan keduanya. Dikutip dari Modul 3 Wajah Demokrasi Kita PPKn, suprastuktur politik adalah semua lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi negara dan menjalankan fungsi legislatif, eksekutif dan yudikatif. Lembaga negara tersebut memiliki tugas membuat keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum. Lembaga tersebut antara lainSuprastruktur Politik Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR merupakan lembaga negara yang bertugas untuk mengubah serta menetapkan Undang-Undang Dasar UUD, melantik presiden dan atau wakil presiden berdasarkan hasil pemilihan umum dalam sidang paripurna memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya setelah presiden dan atau wakil presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di dalam sidang paripurna MPR; Dewan Perwakilan Rakyat DPR Dewan Perwakilan Rakyat merupakan lembaga negara yang memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Dewan Perwakilan Daerah DPD Dewan Perwakilan Daerah merupakan bagian keanggotaan MPR yang dipilih melalui pemilu dari setiap provinsi. DPD memiliki hak untuk mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah dan yang berkaitan dengan daerah. Presiden/Wakil Presiden Presiden merupakan pemegang kekuasaan pemerintahan di suatu negara. Dalam menjalankan tugasnya, presiden akan dibantu oleh satu wakilnya. Mahkamah Agung MA Mahkamah Agung adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan kehakiman di samping sebuah Mahkamah Konstitusi di Indonesia. Mahkamah Konstitusi MK Mahkamah Konstitusi adalah lembaga negara yang berwenang untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir UU terhadap UUD NRI tahun 1945, memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD NRI Tahun 1945, memutuskan pembubaran partai politik, memutus hasil perselisihan tentang pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai pelanggaran presiden dan/atau wakil presiden menurut UUD. Komisi Yudisial KY Komisi Yudisial adalah lembaga ini berwenang untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung serta menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku hakim. Badan Pemeriksa Keuangan BPK Badan Pemeriksa Keuangan merupakan lembaga yang bebas dan mandiri dengan tugas khusus untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Infografik SC Apa Itu Suprastruktur dan Infrastruktur Politik. Infrastruktur Politik Sedangkan pengertian infrastruktur politik, berdasarkan buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan kelas X, adalah kelompok kekuatan politik dalam masyarakat yang turut berpartisipasi secara aktif. Kelompok tersebut dapat berperan menjadi pelaku politik tidak formal untuk turut serta dalam membentuk kebijaksanaan negara. Di Indonesia, terdapat banyak kelompok atau organisasi yang termasuk dalam infrastruktur politik. Setelah diklasifikasikan, kelompok tersebut menjadi empat kekuatan, antara lain Partai politik Partai politik merupakan organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia dengan sukarela atas dasar persamaan kehendak serta cita-cita guna memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa serta negara melalui pemilihan umum. Partai politik berdiri karena adanya dorongan persamaan kepentingan dan cita-cita politik. Kelompok Kepentingan interest group Kelompok kepentingan adalah kelompok yang mempunyai kepentingan terhadap kebijakan politik negara. Kelompok ini dapat menghimpun atau mengeluarkan dana serta tenaga untuk melaksanakan tindakan politik yang biasanya berada di luar tugas politik. Kelompok penekan pressure group Kelompok penekan merupakan kelompok yang memiliki tujuan untuk mengupayakan atau memperjuangkan keputusan politik berupa undang-undang atau kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah sesuai dengan kepentingan serta keinginan kelompok mereka. Kelompok ini biasanya akan tampil ke depan dengan beragam cara untuk menciptakan pendapat umum yang mendukung keinginan kelompok mereka. Media komunikasi politik Merupakan sarana atau alat komunikasi politik dalam proses penyampaian informasi serta pendapat politik secara tidak langsung, baik terhadap pemerintah ataupun masyarakat pada umumnya. Keberadaan media komunikasi diharapkan mampu mengolah, mengedarkan informasi ataupun mencari aspirasi atau pendapat sebagai berita politik. - Pendidikan Kontributor Endah MurniasehPenulis Endah MurniasehEditor Alexander Haryanto
Dariunsur infrastruktur politik biasanya lahir pemimpin-pemimpin yang kemudian mewakili rakyat di lembaga negara atau bahkan menjabat sebagai pimpinan di lembaga-lembaga negara dan di perbedaan pemerintah dan pemerintahan. Karena dari organisasi dan lembaga masyarakat ini lah akan terseleksi dari bawah siapa saja pemimpin yang layak berdasarkan hukum dan norma masyarakat. Tulisan ini bertujuan untuk mengeksplorasi pemahaman tentang pembangunan politik yang mencakup variabel demokrasi, governance, dan supremasi hukum. Pembangunan politik ditandai dengan proses perubahan sosial, khususnya dalam sistem politik. Namun perubahan sosial tidak bisa disebut sebagai pembangunan politik. Demokrasi yang tidak lain adalah idealisasi dari Pembangunan Politik, tidak begitu saja bisa dicapai tanpa pemerintahan yang bersih good governance dan pelaksanaan supremasi hukum rule of law yang adil bagi seluruh tingkat masyarakat. Dengan demikian, bila memahami pembangunan politik merupakan upaya perubahan terus menerus sistem demokrasi yang didukung oleh governance dan penegakan hukum. Kata Kunci Pembangunan, Demokrasi, Governance, Supremasi Hukum rule of law Persoalan minimnya pengetahuan atas ruang lingkup suatu ilmu atau kajian tertentu kadangkala berujung pada blunder dalam penerapan ilmu tersebut ketika dihadapmukakan dengan persoalan real yang ada di masyarakat. Khususnya bahasan tentang pembangunan, demarkasinya teramat luas, karenanya para ahli berusaha menspesifikan kajian pembangunan ke dalam sub-sub kajian tertentu, seperti pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, pembangunan politik, pembangunan kebudayaan, dan lain-lain. Tulisan ini tidak bermaksud membahas luasan konsepsi pembangunan yang ada, tetapi mengambil salah satu bagian saja, yaitu kajian pembangunan politik. Bahasan tentang pembangunan politik dalam tulisan ini, belum menjadi sajian lengkap tetapi hanya memuat ringkasan-ringkasan umum secara konseptual. Gagasan yang ingin disajikan dalam tulisan ini, antara lain 1 Makna Pembangunan Politik; 2 Demokrasi ; 3 Governance; 4 supremasi hukum rule of law. Keterkaitan antara demokrasi, governance dan supermasi hukum merupakan core dari tulisan ini. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jurnal Administrasi Publik, FISIP Universitas Palangka Raya, 2013 ISSN 2337-4985 1 PEMBANGUNAN POLITIK DEMOKRASI, GOVERNANCE DAN SUPREMASI HUKUM Anyualatha Haridison1 ABSTRAK Tulisan ini bertujuan untuk mengeksplorasi pemahaman tentang pembangunan politik yang mencakup variabel demokrasi, governance, dan supremasi hukum. Pembangunan politik ditandai dengan proses perubahan sosial, khususnya dalam sistem politik. Namun perubahan sosial tidak bisa disebut sebagai pembangunan politik. Demokrasi yang tidak lain adalah idealisasi dari Pembangunan Politik, tidak begitu saja bisa dicapai tanpa pemerintahan yang bersih good governance dan pelaksanaan supremasi hukum rule of law yang adil bagi seluruh tingkat masyarakat. Dengan demikian, bila memahami pembangunan politik merupakan upaya perubahan terus menerus sistem demokrasi yang didukung oleh governance dan penegakan hukum. Kata Kunci Pembangunan, Demokrasi, Governance, Supremasi Hukum rule of law Persoalan minimnya pengetahuan atas ruang lingkup suatu ilmu atau kajian tertentu kadangkala berujung pada blunder dalam penerapan ilmu tersebut ketika dihadapmukakan dengan persoalan real yang ada di masyarakat. Khususnya bahasan tentang pembangunan, demarkasinya teramat luas, karenanya para ahli berusaha menspesifikan kajian pembangunan ke dalam sub-sub kajian tertentu, seperti pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, pembangunan politik, pembangunan kebudayaan, dan lain-lain. Tulisan ini tidak bermaksud membahas luasan konsepsi pembangunan yang ada, tetapi mengambil salah satu bagian saja, yaitu kajian pembangunan politik. Bahasan tentang pembangunan politik dalam tulisan ini, belum menjadi sajian lengkap tetapi hanya memuat ringkasan-ringkasan umum secara konseptual. Gagasan yang ingin disajikan dalam tulisan ini, antara lain 1 Makna Pembangunan Politik; 2 Demokrasi ; 3 Governance; 4 supremasi hukum rule of law. Keterkaitan antara demokrasi, governance dan supermasi hukum merupakan core dari tulisan ini. MAKNA PEMBANGUNAN POLITIK 1 Staf Pengajar Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Palangka Raya Jurnal Administrasi Publik, FISIP Universitas Palangka Raya, 2013 ISSN 2337-4985 2 Terminologi pembangunan politik [political development] mulai mengemuka pada dekade tahun 1950 ketika sejumlah ilmuwan politik Amerika mencoba melakukan kajian tentang dinamika politik kemunculan negara-negara baru di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Studi itu dilakukan dengan menghitung data kuantitatif dan statistik atas aspek demografi, sosial, politik dan ekonomi negara-negara tersebut dan kemudian menganalisis sikap, nilai dan pola-pola perilaku masyarakat. Untuk lebih mendalam kembali akan diulas makna pembangunan politik menurut para ilmuwan yang concern terhadap terminologi ini. Learner 1958 memahami pembangunan politik sebagai modernisasi politik, yaitu sebagai gejala diterapkannya kontrol rasionalitas atas kekuasaan dan keberlanjutan tujuan manusia dalam lingkungan fisik dan sosial. Bagi Almond …. Proses diferensiasi dari struktur politik dan sekularisasi dari kebudayaan politik rupanya menciptakan sebuah efektivitas dan efisiensi dari masyarakat dalam sistem politik. Pye 1969 mengidentifikasi tiga level atribut dalam pembangunan politik, yakni equality, capacity, differentiation. 1 equality persamaan adalah keterlibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan politik, seperti kegiatan masyarakat untuk memengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Kegiatan-kegiatan tersebut bisa dilakukan secara spontan dan terorganisir, sporadik, damai atau kekerasan, legal atau tidak legal, efektif atau tidak efektif. 2 capacity kapasitas merupakan adaptasi dan potensi kreatif yang dimiliki seseorang untuk memanipulasi lingkungannya. Kemampuan personal dan kelompok ini berdampak pada potensi untuk memengaruhi sistem politik untuk menangani kompleksitas masalah-masalah dalam masyarakat, baik politik, ekonomi dan sosial. 3 differentiation diferensiasi merupakan proses pemisahan secara progresif dan spesialisasi atas peran, institusi dan asosiasi dalam pengembangan sistem politik. Misalnya saja peran dalam lembaga pemerintahan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Huntington 1968 menggarisbawahi bahwa pembangunan politik bukan merupakan fenomena tunggal tetapi berdimensi jamak. Konsep pembangunan politik menurutnya bisa dilihat secara geografis, derivatif, teleologis dan fungsional. 1 geografis berarti telah terjadi perubahan politik pada negara-negara sedang berkembang dengan menggunakan konsep-konsep dan metode-metode yang pernah digunakan oleh negara maju. Tentunya fenomena ini berdampak pada kapasitas dan instabilitas sistem politik. 2 derivatif berarti pembangunan politik merupakan aspek dan konsekuensi politik dari proses perubahan secara menyeluruh, yakni konsekuensi pada economic growth, urbanisasi, peningkatan pendidikan, media massa, dan banyak lagi. 3 teleologis dipahami sebagai sebuah proses perubahan menuju suatu tujuan tertentu dari sistem politik, seperti stabilitas politik, integrasi politik, demokrasi, penegakan hukum, good governance, dan lain sebagainya. 4 fungsional adalah suatu proses perubahan menuju sistem politik yang ideal yang ingin dikembangkan oleh suatu negara. Selanjutnya Pye 1966 juga menerangkan beberapa aspek dari pembangunan politik, yang diinterpretasikan sebagai development syndrome, di antaranya pembangunan politik sebagai 1 politik pembangunan; 2 ciri khas politik masyarakat industri; 3 modernisasi politik; 4 operasi negara-bangsa; 5 pembangunan administrasi dan hukum; 6 mobilisasi dan partisipasi masyarakat; 7 postur demokrasi; 8 perubahan teratur dan stabilitas; 9 mobilisasi dan kekuasaan; 10 salah satu aspek proses perubahan sosial yang multidimensi. Bila mencermati pandangan beberapa ilmuwan politik tadi, maka objek formal dari pembangunan politik terletak pada aktivitas-aktivitas dalam sistem politik itu sendiri. Aktivitas-aktivitas dalam sistem politik memengaruhi dinamika dan mobilisasi sebuah kekuasaan. Pada satu kondisi apabila sistem politik tersebut dapat mengakomodir tujuan politik individu atau kelompok maka sistem tersebut akan mapan. Sebaliknya ketika sistem Jurnal Administrasi Publik, FISIP Universitas Palangka Raya, 2013 ISSN 2337-4985 3 politik itu sudah tidak mampu memberikan yang dinginkan maka akan dipertanyakan kemapanannya. Akibat dari itu, masing-masing individu dan kelompok kepentingan kembali melakukan dekonstruksi terhadap sistem politik tadi dan terjadilah perubahan. Pembangunan politik selalu berarti perubahan, akan tetapi tidak sebaliknya. Hal ini dikarenakan bahwa pada satu pohak perubahan diperlukan untuk pembangunan, namun pada pihak lain perubahan dapat pula menghambat pembangunan, walaupun dampak dari perubahan sosial bisa saja memacu pembangunan. Dialektika antara pembangunan dan perubahan sosial selalu ambigu dan kiranya dapat dijadikan bahan perdebatan lebih lanjut. DEMOKRASI Demokrasi sejati dimaknai sebagai “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyatâ€. Menurut Schumpeter 1947 demokrasi adalah pengaturan kelembagaan untuk mencapai keputusan-keputusan politik di mana individu-individu, melalui perjuangan memperebutkan suara rakyat pemilih, memperoleh kekuasaan untuk membuat keputusan. Gagasan yang memandang demokrasi sebagai suatu sistem untuk memproses konflik di mana partai yang kalah dalam pemilu tidak berusaha merusak rezim demi mencapai tujuannya, tetapi bersedia menerima kenyataan dan menunggu putaran pertarungan dalam pemilihan umum berikut. Menurut Diamond 1997 demokrasi menunjukkan adanya kondisi alamiah yang menekankan pada hak kewarganegaraan, hak asasi, penegakkan hukum, dan sebagainya. Kemudian menurut Robert Dahl 2001, ilmuwan yang merumuskan tatanan politik yang disebutnya poliarki polyarchy, suatu istilah yang dipakainya untuk menyebut ‘demokrasi’. Menurutnya ciri khas demokrasi adalah sikap tanggap pemerintah secara terus-menerus terhadap preferensi atau keinginan warga negaranya. Tatanan poitik seperti itu bisa digambarkan dengan memakai dua dimensi teoritik, yaitu 1 seberapa tinggi tingkat kontestasi, kompetisi, oposisi yang dimungkinkan dan 2 seberapa banyak warga negara yang memperoleh kesempatan berpartisipasi dalam kompetisi politik itu. Demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan mempunyai tiga syarat pokok kompetisi yang sungguh-sungguh dan meluas di antara individu-individu dan kelompok-kelompok organisasi terutama partai politik untuk memperebutkan jabatan-jabatan pemerintahan yang memiliki kekuasaan efektif, pada jangka waktu yang reguler dan tidak melibatkan penggunaan daya paksa; partisipasi politik yang melibatkan sebanyak mungkin warga negara dalam pemilihan pemimpin atau kebijakan, paling tidak melalui pemilihan umum yang diselenggarakan secara reguler dan adil, sedemikian rupa sehingga tidak satupun kelompok sosial warga negara dewasa yang dikecualikan; dan suatu tingkat kebebasan sipil dan politik, yaitu kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan untuk membentuk dan bergabung ke dalam organisasi, yang cukup menjamin integritas kompetisi, dan partisipasi politik. Untuk mengukur demokrasi, Moore 1995 mengetengahkan beberapa indikator 1 proporsi masyarakat yang memberikan suara; 2 pemilihan terbuka; 3 hasil pemilihan kepala negara dan anggota legislatif; 4 perolehan suara oleh partai politik; 5 proporsi masyarakat yang memberi suara; 6 kekuasaan legislatif yang melebihi eksekutif; 7 kebebasan media massa; 8 kebebasan kelompok individual dan politik; 9 tidak ada intervensi negara secara paksa. Pertanyaan yang muncul bagaimana menjamin agar pemerintah selalu tanggap terhadap kehendak rakyat atau berperilaku demokratis? . Menurut Dahl, untuk menjamin itu rakyat harus diberi kesempatan pertama, merumuskan preferensi atau kepentingannya sendiri; kedua, memberitahukan perihal preferensinya itu kepada sesama warga negara dan kepada pemerintah melalui tindakan individual maupun kolektive; ketiga, mengusahakan Jurnal Administrasi Publik, FISIP Universitas Palangka Raya, 2013 ISSN 2337-4985 4 agar kepentingannya itu dipertimbangkan secara setara dalam proses pembuatan keputusan pemerintah, artinya tidak didiskriminasi berdasar isi atau asal-usulnya. Pengalaman di Eropa bahwa Industrialisasi bisa menghasilkan demokrasi. Ada kecenderungan tertentu bahwa dalam kapitalisme hanya bisa bermanfaat bagi demokratisasi kalau ada faktor-faktor yang mendukungnya. Industrialisasi tahap akhir di Asia tidak didahului oleh demokratisasi; bahkan pembangunan industrial yang paling cepat di wilayah itu justru dilakukan oleh masyarakat yang hidup dalam lingkungan yang tidak demokratis. Walaupun juga harus diakui proses industrialisasi itu semakin matang dan kelas-kelas pemilik kapital semakin kuat dan percaya diri, kecenderungan ke arah demokratisasi bisa muncul. Dalam konteks pembangunan, demokrasi dimaknai dengan kerja sama antara pemerintah dan oposisi demokratis, yaitu pola “transisi melalui transaksi†Share atau “transformasi†dan “transplacement†Huntington. Dalam hal ini pemerintah dimungkinkan melakukan bargaining dengan masyarakat. Insentif bagi pemerintah sehingga mau membuka diri terhadap pengaruh dari anggota masyarakat tentu saja adalah kebutuhannya untuk menyelesaikan persoalan yang cukup mendasar dan strategis. Mungkin saja isu-isu tersebut menyangkut dinamika akumulasi dan ekspansi kapital, terutama upaya-upaya untuk mereproduksi kondisi-kondisi yang memungkinkan. Dengan demikian demokratisasi dalam pembangunan adalah kemampuan pemerintah untuk memperkecil wewenangnya dalam prosesisasi pembuatan kebijakan. Artinya dalam melakukan kebijakan-kebijakan menyangkut pembangunan, pemerintah senantiasa bernegosiasi dengan para pengusaha, individu berkaitan dengan jaminan yang ada. Memberikan wewenangnya yang lebih besar bagi aktor di tingkat lokal untuk mengembangkan dan mengelola sendiri sumberdayanya. Dalam berbagai pendapat tentang demokrasi, ada sejumlah pihak yang mengatakan bahwa kemajuan ekonomi sebuah negara menjadi tolak ukur kadar demokrasi. Semakin maju ekonomi sebuah negara maka akan semakin tinggi kadar demokrasinya dan sebaliknya. Namun, kenyataannya, negara sekaliber Amerika sebagai negara adi~maju, belum bisa menjadi tolak ukur sebuah demokrasi sesungguhnya. Bagaimana mungkin bisa jika negara penggiat demokrasi Amerika semakin membentangkan kesenjangan antar kelompok, terdapat kelompok superkaya, kelompok penikmat privilese dan pada sisi lain terdapat kelompok minoritas yang tersingkirkan Wibowo,2011. Dengan demikian, apakah memang demokrasi itu masih perlu, sebagaimana istilah Giddens “democratization of democracyâ€~mengalami demokratisasi lagi atau tidak sama sekali. Bagi tinjauan pembangunan politik, demokrasi masih perlu, karena merupakan idealisasi atau tujuan dari pembangunan politik itu sendiri. GOVERNANCE Secara umum, pemerintahan berarti aktivitas yang dikontrol dengan mengacu pada standar baku established standard yang ada. Penerapannya menekankan pada relasi dan keterlibatan institusi dalam proses manajemen publik maupun urusan pribadi private affairs. World Bank 1991 mendefinisikan governance sebagai cara di mana kekuasaan dilaksanakan dalam pengelolaan sumber daya suatu negara ekonomi dan sosial untuk pembangunan. Penggunaan lembaga, struktur otoritas dan bahkan kolaborasi untuk mengalokasikan sumber daya dan mengkoordinasikan atau mengontrol aktivitas dalam masyarakat atau ekonomi Bell,2002. Governance sebagai a aktivitas atau proses memerintah; b suatu kondisi dari aturan yang dijalankan; c orang-orang yang diberi tugas memerintah atau pemerintah; d cara, metode, atau sistem di mana masyarakat tertentu diperintah. Jurnal Administrasi Publik, FISIP Universitas Palangka Raya, 2013 ISSN 2337-4985 5 Penggunaan istilah governance bukan merupakan sinonim dari government, padahal dalam kamus-kamus konvensional kedua istilah itu dipersamakan. Governance mengalami perubahan makna yang berarti dari government, mengacu pada proses pemerintahan; atau kondisi yang berubah dari pelaksanaan aturan; atau metode baru untuk memerintah masyarakat. Sejauh ini sebenarnya sederhana, tetapi masalah definisi menjadi kompleks ketika meninjau secara khusus proses, kondisi, atau metode akhir-akhir ini. Rhodes 1996 memahami governance dalam arti a sebagai “good governmentâ€; b sebagai negara dalam keadaan minimal; c sebagai cara menjalankan perusahaan; d sebagai manajemen publik baru; e sebagai cara memerintah yang baik; f sebagai sistem sosio-sibernetik; g sebagai jaringan pengorganisasian diri. Governance sebagai “Good Governmentâ€. Sebagian besar definisi yang secara politik digunakan oleh Departemen Pembangunan Internasional adalah dengan label “good governmentâ€. Definisi ini terdiri dari empat komponen utama. Legitimacy yang menyiratkan bahwa suatu sistem pemerintah mesti berlangsung dengan meletakkan kepedulian terhadap yang diperintah, yang karena itu, harus memiliki perlengkapan untuk memberikan atau menegakkan persetujuan itu legitimasi semacam itu, misalnya, dapat dilihat dalam dokumen kebijakan di Inggris yang tampaknya dijamin dengan adanya demokrasi pluralis, sistem multipartai. Accountability yang meliputi adanya mekanisme-mekanisme yang menjamin bahwa para pejabat publik dan pemimpin politik bertanggung-jawab terhadap tindakan-tindakan mereka dan terhadap penggunaan sumberdaya publik, dan adanya kemauan terhadap pemerintah yang terbuka dan media yang bebas. Competence dalam membuat dan melaksanakan kebijakan-kebijakan publik yang tepat dan memberikan pelayanan publik yang efisien, sementara penghargaan terhadap hukum dan perlindungan terhadap hak-hak azasi manusia menjadi penopang seluruh sistem pemerintahan yang baik. Governance sebagai Negara dalam Keadaan Minimal. Penggunaan istilah ini merupakan suatu istilah yang didefinisikan kembali yang diperluas dan bentuk dari intervensi publik dan penggunaan pasar dalam memberikan “pelayanan publikâ€. Dengan menerapkan istilah yang cocok, maka governance merupakan pemotongan anggaran yang diterima. Besarnya perubahan merupakan hal masih diperdebatkan. Ukuran pemerintahan dikurangi dengan privatisasi dan pemotongan dalam pelayanan sipil. Tetapi, anggaran publik secara kasar masih tetap sebagai proporsi GDP; angkatan kerja meningkat tipis pada pemerintahan lokal dan pelayanan kesehatan nasional. Apa pun hasilnya di dalam praktik, acuan ideologis terhadap berkurangnya kekuasaan pemerintah telah dinyatakan dengan lantang dan sering. Governance meliputi acuan seperti itu, namun sedikit berbeda dari retorika politik. Governance sebagai Cara Pengelolaan Perusahaan. Penggunaan istilah ini secara khusus merujuk pada “sistem di mana organisasi diarahkan dan dikontrolâ€. Peranan governance bukan pada menjalankan bisnis perusahaan semata, melainkan memberikan seluruh arahan kepada perusahaan, dengan mengatur dan mengawasi tindakan para eksekutif manajemen dan dengan pemuasan harapan-harapan yang sah terhadap akuntabilitas dan regulasi oleh minat-minat di luar batas-batas perusahaan Tricker, 1984. Pengembangan dari hal semacam itu sebagai tawaran kompetitif yang bersifat wajib, penciptaan unit bisnis yang berciri khas dalam pasar internal dan pengenalan secara umum dari gaya manajemen yang lebih komersial membawa budaya dan iklim yang berbeda, yang menunjukkan suatu perubahan dari etos pelayanan publik yang tradisional, dan nilai-nilainya mengenai pelayanan yang tidak menarik dan terbuka. Governance sebagai Manajemen Publik Baru. Secara ringkas “manajemen publik baru†MPB memiliki dua arti manajerialisme dan ekonomi institusional baru. Manajerialisme mengacu pada pengenalan metode-metode manajemen sektor privat ke Jurnal Administrasi Publik, FISIP Universitas Palangka Raya, 2013 ISSN 2337-4985 6 dalam sektor publik. Ini menekankan pada penguasaan manajemen profesional, standar dan pengukuran kinerja yang jelas; mengelola berorientasi hasil; nilai uang; dan yang terbaru kedekatan dengan pelanggan. Ekonomi institusional baru mengacu kepada pengenalan struktur insentif seperti persaingan pasar ke dalam kebijakan pelayanan publik. Hal Ini menekankan kepada pemecahan birokrasi; persaingan yang lebih besar melalui sistem kontrak dan pasar semu; dan pilihan pelanggan. MPB relevan dalam diskusi mengenai governance karena pengendalian steering merupakan pusat untuk analisis manajemen publik dan pengendalian sinonim dengan governance Osborne dan Gaebler, 1992. Governance sebagai Cara Mengendalikan Pemerintahan yang Baik. Reformasi pemerintahan merupakan kecenderungan di seluruh dunia dan good government merupakan kemauan terbaru dari Bank Dunia dalam melakukan kebijakan pemberian bantuan kepada negara-negara Dunia Ketiga. Bagi Bank Dunia, governance merupakan pelaksanaan kekuasaan politik untuk mengelola masalah-masalah negara dan “good governmentâ€. Pelayan publik yang dapat diaudit dan memiliki akuntabilitas terbuka dan efisien dengan birokrasi yang berkompetensi untuk membantu merancang dan menerapkan kebijakan dan pengelolaan yang tepat pada sektor publik yang ada. Governance sebagai Sistem Sosio-Sibernetik. “Sosio-Sibernetik†merupakan bahasa yang masih samar, walaupun mentereng. Barangkali akan lebih banyak membantu dalam memahami pengertian ini dengan mengemukakan pendapat Jan Kooiman mengenai governance. Baginya Governance, dapat dilihat sebagai pola atau struktur yang muncul di dalam sistem sosio-politik sebagai konsekuensi logis dari interaksi usaha-usaha campur tangan yang melibatkan semua pihak secara khusus Kooiman, 1993. Dengan kata lain, hasil kebijakan bukan merupakan produk tindakan dari pemerintahan pusat. Pusat bisa saja menetapkan hukum, tetapi sesudah itu ia menjadi urusan pemerintah lokal, badan kesehatan, lembaga swadaya masyarakat, sektor privat, dan pada gilirannya menjadi urusan bersama. Kooiman 1993 membedakan antara proses pemerintahan government atau intervensi yang berorientasi tujuan dan cara mengendalikan pemerintahan governance yang merupakan hasil atau efek total dan campur tangan dan interaksi yang bersifat sosial-politis-administratif. Memang terdapat aturan di dalam bidang kebijakan, tetapi hal itu bukanlah dipaksakan dari atas, melainkan tumbuh dari negosiasi-negosiasi beberapa kelompok yang terlibat. Semua pihak dalam bidang kebijakan tertentu saling memerlukan satu sama lain. Masing-masing dapat memberikan sumbangan pengetahuan atau sumberdaya yang relevan. Tak satu pihak pun memiliki pengetahuan atau sumberdaya yang relevan untuk menjalankan kebijakan dengan baik. Pemerintahan menghadapi tantangan-tantangan sebagai konsekuensi dari digunakannya negara atau pasar sebagai sandaran. Secara sosio-politis cara pemerintahan diarahkan kepada penciptaan pola-pola interaksi di mana pemerintahan secara politis dan hierarkis tradisional, dan secara sosial organisasi mandiri saling melengkapi, di mana responsibilitas dan akuntabilitas intervensinya menyebar ke pihak publik dan privat Kooiman, 1993. Governance sebagai Jaringan-Jaringan Pengorganisasian Diri. Pengguna istilah ini melihat governance sebagai istilah yang memiliki arti lebih luas daripada government di mana pelayanan diberikan melalui pemerintah, sektor privat, dan lembaga swadaya masyarakat secara bergantian. Jaringan antar-organisasi merupakan ciri pengantaran pelayanan yang disebutkan dengan jelas dan Rhodes 1996 menggunakan istilah jaringan untuk menggambarkan beberapa pihak yang terkait dalam rangka pemberian pelayanan. Jaringan-jaringan ini dibuat oleh organisasi-organisasi tersebut dengan saling mempertukarkan sumberdaya misalnya, uang, informasi, keahlian untuk mencapai tujuannya, untuk memaksimalkan pengaruh mereka terhadap hasil, dan untuk menghindari ketergantungan pada pihak lain dalam menjalankan perannya. Sebagaimana Jurnal Administrasi Publik, FISIP Universitas Palangka Raya, 2013 ISSN 2337-4985 7 dimaklumi, pemerintah-pemerintah menciptakan lembaga-lembaga, melangkahi pemerintah lokal, menggunakan lembaga-lembaga yang mengemban tugas khusus untuk memberikan pelayanan, dan mendorong kemitraan sektor publik-privat, sehingga kian lama jaringan-jaringan itu mencapai kedudukan penting di antara struktur-struktur pemerintahan. Memang, manajemen publik “membuat sesuatu bekerja melalui organisasi lain†dan melihat dengan kritis reformasi manajerial dalam manajemen pelayanan publik demi mengonsentrasikan diri pada manajemen internal. Governance kira-kira merupakan usaha mengelola jaringan-jaringan itu. SUPREMASI HUKUM Supremasi hukum [dikenal dengan istilah rule of law merupakan suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke XIX, bersamaan dengan kelahiran Negara berdasarkan hukum konstitusi dan demokrasi. Kehadiran rule of law boleh disebut sebagai reaksi dan koreksi terhadap Negara absolute kekuasaan di tangan penguasa yang telah berkembang sebelumnya. Berdasarkan pengertiannya, Friedmann 1959 membedakan rule of law menjadi 2 yaitu pengertian secara formal in the formal sense dan pengertian secara hakiki/ materiil ideological sense. Secara formal , rule of law diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisir organized public power . Hal ini dapat diartikan bahwa setiap Negara mempunyai aparat penegak hukum yang menyangkut ukuran yang baik dan buruk just and unjust law. Negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintah dan lembaga – lembaga lain dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam Negara hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan supremasi hukum dan bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum Pasha, 2003. Rule of law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “rasa keadilan “ bagi rakyat dan juga “ keadilan sosial “. Inti dari rule of law adalah adanya keadilan bagi masyarakat, teruatama keadilan sosial. Unsur – unsur rule of law menerurut AV Dicey terdiri dari a Supremasi hukum, dalam artian tidak boleh ada kesewenang-wenangan, sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum; b Kedudukan yang sama di depan hukum, baik bagi rakyat baisa maupun bagi pejabat; c Terjamin hak-hak manusia dalam undang-undang atau keputusan pengadilan. Secara kuantatif, peraturan perundang – undangan yang terkait dengan rule of law telah banyak dihasilkan di Indonesia, namun implementtasi / penegakannya belum mencapai hasil yang rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan rule of law belum dirasakan sebagian masyarakat. Dasar pijakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum sekarang ini tertuang dengan jelas pada pasal 1 ayat 3 Undang – Undang Dasar 1945 Perubahan Ketiga, yang berbunyi “ Negara Indonesia adalah Negara hukum “. Dimasukkanya ketentuan ini ke dalam pasal UUD 1945 menunjukkan semakin kuatnya dasar hukum bahwa Indonesia harus dan merupakan Negara hukum. Dasar lain yang dapat dijadikan landasan bahwa Indonesia adalah Negara hukum dalam arti materiil terdapat dalam pasal – pasal UUD 1945, sebagai berikut a Pada Bab XIV tentang Perekonomian Negara dan kesejahteraan sosial Pasal 33 dan pasal 34 Undang – Undang Dasar 1945, yang menegaskan bahwa Negara turut aktif dan bertanggung jawab atas perekonomian Negara dan kesejahteraan rakyat; b Pada bagian penjelasan umum tentang pokok – pokok pikiran dalam pembukaan juga dinyatakan perlunya turut serta dalam kesejahteraan rakyat. Jurnal Administrasi Publik, FISIP Universitas Palangka Raya, 2013 ISSN 2337-4985 8 Pelaksanaan rule of law mengandung keinginan untuk terciptanya Negara hukum, yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat. Penegakan rule of law harus diartikan secara hakiki materil yaitu dalam arti pelaksanaan dari just law. Prinsip – prinsip rule of law secara hakiki sangat erat kaitannya dengan “the enforcement of the rules of law “ dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi prinsip – prinsipnya. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan–hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subyeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum itu melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subyeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu. Apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa. Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pada nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalam bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu, penerjemahan perkataan “law enforcement†ke dalam bahasa indonesia dalam menggunakan perkataan “Penegakan Hukum†dalam arti luas dapat pula digunakan istilah “Penegakan Peraturan†dalam arti sempit. Pembedaan antara formalita aturan hukum yang tertulis dengan cakupan nilai keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga timbul dalam bahasa inggris sendiri dengan dikembangkannya istilah “the rule of law†atau dalam istilah “ the rule of law and not of a man†versus istilah “ the rule by law†yang berarti “the rule of man by lawâ€. Dalam istilah “ the rule of law†terkandung makna pemerintahan oleh hukum, tetapi bukan dalam artinya yang formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya. Karenanya, digunakan istilah “the rule of just lawâ€. Dalam istilah “the rule of law and not of manâ€, dimaksudkan untuk menegaskan bahwa pada hakikatnya pemerintahan suatu negara hukum modern itu dilakukan oleh hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah “the rule by law†yang dimaksudkan sebagai pemerintahan oleh orang yang menggunakan hukum sekedar sebagai alat kekuasaan belaka. Dengan uraian diatas jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dengan penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam artian formil yang sempit maupun dalam arti materil yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subyek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dari pengertian yang luas itu, pembahasan kita tentang penegakan hukum dapat kita tentukan sendiri batas-batasnya apakah kita akan membahas keseluruhan aspek dan dimensi penegakan hukum itu, baik dari segi subyeknya maupun obyeknya atau kita batasi haya membahas hal-hal tertentu saja, misalnya hanya menelaah aspek-aspek subyektif saja. Agar pelaksanaan rule of law dalam arti penegakan hukum bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka a Keberhasilan “the enforcement of the rules of law†Jurnal Administrasi Publik, FISIP Universitas Palangka Raya, 2013 ISSN 2337-4985 9 harus didasarkan pada corak masyarakan hukum yang bersangkutan dan kepribadian masing-masing setiap bangsa; b rule of law yang merupakan institusi sosial harus didasarkan pada budaya yang tumbuh dan berkembang pada bangsa; c Rule of law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan sosial, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakan dan negara, harus ditegakkan secara adil juga memihak pada keadilan. Untuk mewujudkannya perlu hukum progresif Raharjo, 2006, yang memihak hanya pada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat politik atau keperluan lain. Asumsi dasar hukum progresif bahwa â€hukum adalah untuk manusiaâ€, bukan sebaliknya. Hukum progresif memuat kandungan moral yang kuat. Arah dan watak hukum yang dibangun harus dalam hubungan yang sinergis dengan kekayaan yang dimiliki bangsa yang bersangkutan atau “back to law and orderâ€. PENUTUP Pembangunan politik ditandai dengan proses perubahan sosial, khususnya dalam sistem politik. Namun perubahan sosial tidak bisa disebut sebagai pembangunan politik. variabel pembangunan politik yang disinggung dalam tulisan ini adalah demokrasi, governance dan supremasi hukum. Jelaslah bahwa demokrasi yang adil adalah tujuan pembangunan politik negara-bangsa di dunia. Sehingga untuk membangunan sebuah demokrasi yang sejati mesti melibatkan sinergitas berbagai aspek. Dalam karya mengenai demokratisasi adalah bahwa mayoritas ilmuwan menghasilkan kesimpulan yang sama, bahwa transisi ke arah demokrasi disebabkan oleh perilaku elit. Wajib sepakat bahwa kalau terdapat dalam lingkungan struktural yang sangat tidak menguntungkan bagi demokratisasi, seringkali terjadi karena ketidakmampuan para politisi untuk menghasilkan reformasi ekonomi dan inovasi pelembagaan yang diperlikan bagi tumbuhnya demokrasi. Untuk mencapai demokrasi yang diharapkan maka tidak bisa lepas dari peran good governance dan supremasi hukum yang tegak. Dalam konteks pembangunan, kekuatan pemerintah dalam melakukan proses pembuatan dan penerapan kebijakan pembangunan yang jauh dari pengaruh rakyat telah berhasil membawa akumulasi kapital dan keberhasilan industrialisasi. Penerapan “good gevernanceâ€, yaitu prinsip mengatur pemerintahan yang memungkinkan layanan publiknya efisien, sistem pengendaliannya bisa diandalkan, dan administrasinya bertanggung jawab pada publik dan di mana mekanisme pasar merupakan pertimbangan utama dalam proses pembuatan keputusan mengenai alokasi sumber daya. Pada gilirannya proses demokratisasi tersebut mulai digalakkan, yaitu adanya jaminan dari kedua belah pihak. Pentingnya komitmen para pemimpin politik yang kuat terhadap demokrasi sehingga menolak penerapan kekerasan dan sarana yang ilegal dan tidak konstitusional untuk mengejar kekuasaan. Komitmen yang kuat terhadap demokrasi hendaknya disertai dengan supremasi hukum yang kuat pula. Hal ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan pembangunan, kekuasaan tidak mudah diselewengkan oleh penguasa. Karena demokrasi adalah tujuan dari pembangunan politik maka demokrasi baru bisa tercapai bila berada dalam sistem pemerintahan yang bersih good governance serta pelaksanaan penegakan hukum yang adil. Jurnal Administrasi Publik, FISIP Universitas Palangka Raya, 2013 ISSN 2337-4985 10 DAFTAR PUSTAKA Bell, Stephen, 2002. Economic Governance and Institutional Dynamics, Australia Melbourne University Press. Chilcote, Ronald, H., 1999. Teori Perbandingan Politik Penelusuran Paradigma, Yogyakarta Pustaka Pelajar. Dahl, Robert A. 2001. How democratic is the American Constitution?, New Haven & London Yale University Press. Diamond, et al., eds., 1997. Consolidating the Third-Wave Democracies, Baltimore Johns Hopkins University Press, forthcoming. Edward, Shils, 1960. Political Development in the New States, Comparative Studies in Society and History, Vol. 2, No. 3, Cambridge University Press. Friedmann, W., 1959. Law in a Changing Society, California University of California Press. Huntington, Samuel, 1968. Political Order in Changing Societies New Haven Yale University Press. Kooiman, Jan, 1993. Modern Governance New Government-Society Interaction, London Sage Publications. Lerner, Daniel, 1958. The Passing of Traditional Society Modernizing the Middle East, London Glencoe Collier Macmillan. Moore, Mark H., 1995, Creating Public Value Strategic Management in Government, Harvard University Press. Osborne, David Gaebler, Ted, 1993. Reinventing Government How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector, A Plume book Political science. Pasha, Musthafa Kamal, Et al., 2003, , Pancasila dalam Tinjauan Historis, Yuridis dan Filosofis, Yogyakarta Citra Karsa Mandiri Pye, Lucian W., 1963. Communications and Political Development Princeton Princeton University Press. Pye, Lucian W., 1969. Political Development Analytical and Normative Perspectives Comparative Political Studies. Raharjo, Satjipto, 2006, Membedah Hukum Progresif, Jakarta, Buku Kompas Riggs, Fred W., 1964. Administration in Developing Countries, Boston Houghton Mifflin Company. Rodhes, 1996. Political Studies, XLIV, University of Newcastle-Upon-tyne. Volume 44, Issue 4. Schumpeter, Joseph A., 1947. Economic History Association The Creative Response in Economic History, The Journal of Economic History, Vol. 7, No. 2, Cambridge University Press. Tricker, R. I., 1984. Corporate Governance. Gower. Jurnal Administrasi Publik, FISIP Universitas Palangka Raya, 2013 ISSN 2337-4985 11 Wibowo, I, 2011. Negara dan Bandit Demokrasi, Jakarta Kompas. World Bank, 1991, Managing Development - The Governance Dimension, Washington ... Sementara itu, secara hakiki, rule of law terkait dengan penegakan rule of law karena melibatkan baik dan buruknya tindakan hukum just and unjust law. Rule of law sangat erat kaitannya dengan keadilan sehingga rule of law harus menjamin keadilan yang dirasakan oleh masyarakat Haridison, 2013 Rule of law dalam kampanye Pilkada merupakan penegakan hukum yang dilakukan dalam pelaksanaan kampanye Pilkada yang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan agar terlaksana dengan baik dan adil. Dalam setiap Pilkada atau Pemilu, penegakkan hukum sangatlah penting karena dengan adanya penegakan hukum, maka demokrasi yang demokratis akan tercapai, dan pemimpin yang terpilih dapat dipercaya dalam membangun bangsa dan negara. ...Nasratul HajjahM Fachri AdnanArtikel ini berdasarkan masalah pelanggaran protokol kesehatan dan pelanggaran pemasangan alat peraga kampanye di Kabupaten Solok Selatan yang ditemukan adanya pelanggaran protokol kesehatan yang disampaikan oleh Bawaslu dari hasil pengawasan pelaksanaan kampanye Pilkada 2020 selama 28-30 September dan ditemukan adanya pelanggaran pemasangan alat peraga kampanye di tempat terlarang seperti dipaku di pohon, ditempel di tiang listrik, pagar masjid, membelintang jalan, berada kurang 10 meter dari fasilitas umum. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis prinsip rule of law dan akuntabilitas publik dalam pelaksanaan kampanye Pilkada Pemerintahan Kabupaten Solok Selatan pada masa pandemi covid-19. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik pengambilan data dilakukan secara purposive sampling. Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Solok Selatan dengan pengambilan data dari penelitian ini yaitu di Komisi Pemilihan Umum KPU Kabupaten Solok Selatan. Data diperoleh dari hasil wawancara dan studi dokumentasi. Uji keabsahan data menggunakan teknik triangulasi sumber dan triangulasi teknik pengumpulan data. Teknik analisis data yang digunakan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip rule of law dan akuntabilitas publik dalam pelaksanaan kampanye Pilkada Pemerintahan Kabupaten Solok Selatan pada masa pandemi covid-19 belum terlaksana secara optimal. Dan evaluasi pelaksanaan kampanye pada masa pandemi covid-19 menunjukkan pelaksanaannya belum efektif karena bleum seluruh tujuannya tercapai dan pelaksanaannya belum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pelaksanaan kampanye NoyaKeterlibatan masyarakat dalam pembangunan menjadi indikator yang menentukan pembangunan desa. Collaborative Governance dalam menentukan arah pembangunan desa, melakukan sharing, musyawarah untuk mencapai kesepakatan kolektif pembangunan desa. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan membangi pertayaan secara samping. Adapun temuan penelitian adalah Tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa di Desa Wailulu yaitu dilihat keempat indikator,yaitu keterlibatan menyumbang ide/pikiran, keterlibatan menyumbang tenaga,uang dan material, keterlibatan dalam pelaksanaan programpembangunan desa, dan keterlibatan dalam pengawasan pelaksanaan program pembangunan desa. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa di Desa Wailulu adalah Faktor internal yang meliputi faktor kesadaran masyarakat, tingkat kemampuan/kecakapan masyarakat, tingkat pendapatan/penghasilan masyarakat. Faktor eksternal yang meliputi peran pemerintah desa dalam mengarahkan masyarakat, kesempatan/ peluang masyarakat, dan fasilitas/peralatan pendukung.M AbdullahK A Hakam Wilodati WilodatiRatnafitriaThe electoral process in Indonesia is a system that be built in democracy of typical politics of Indonesia and it cannot be separated from decision-making due to the voters. This decision-making in determining the choice on any individual voters cannot be separated from their social characteristics, so did the same with the students. Problems that appear then is the social characteristic of the students impact on terms of their political attitudes in elections? How to build the student’s political behavior in election? Through the application of descriptive study design with a quantitative approach and take the subject of research on students of UPI, this study tries to assess the contribution social characteristics of the students to their political behavior in election that be reviewed from the perspective of political geography. In general, the results indicate that the student’s political behavior tended to be rational. Meanwhile, the loyalty and/or fanatic attitude to the one is not to be seen. Here it can be seen that the social environment and education as the social characteristic of the society, especially on the students, contribute in forming their political behavior quite enough. Thus, it is time for the public awareness and political behavior be constructed and trained for always in line with the interests of the nation political KooimanThis wide-ranging text provides an overview of major developments in governance in contemporary society. It illuminates recent theories about the relationship of the public and private sectors, and the interaction of politics and society. The main development in recent ...Robert A DahlIn this book, one of our most eminent political scientists poses the question, 'Why should we uphold our constitution?' The vast majority of Americans venerate the American Constitution and the principles it embodies, but many also worry that the United States has fallen behind other nations on crucial democratic issues, including economic equality, racial integration, and women's rights. Robert Dahl explores this vital tension between the Americans' belief in the legitimacy of their constitution and their belief in the principles of democracy. Dahl starts with the assumption that the legitimacy of the American Constitution derives solely from its utility as an instrument of democratic governance. Dahl demonstrates that, due to the context in which it was conceived, our constitution came to incorporate significant antidemocratic elements. Because the Framers of the Constitution had no relevant example of a democratic political system on which to model the American government, many defining aspects of our political system were implemented as a result of short-sightedness or last-minute compromise. Dahl highlights those elements of the American system that are most unusual and potentially antidemocratic - the federal system, the bicameral legislature, judicial review, presidentialism, and the electoral college system. The political system that emerged from the world's first great democratic experiment is unique - no other well-established democracy has copied it. How does the American constitutional system function in comparison to other democratic systems? How could our political system be altered to achieve more democratic ends? To what extent did the Framers of the Constitution build features into our political system that militate against significant democratic reform? Refusing to accept the status of the American Constitution as a sacred text, Dahl challenges us all to think critically about the origins of our political system and to consider the opportunities for creating a more democratic ShilsThere are very few states today which do not aspire to modernity. The day of rulers who were indifferent to the archaism of the society which they governed has almost disappeared. The leaders of nearly every state—both the old established states as well as the new states of Asia and Africa—feel a pressing necessity of espousing policies which will bring them well within the circle of modernity. Much of the opposition which they encounter among their politically interested countrymen contends that they are not modern enough. Many traditionalists are constrained to assert that only by cleaving to the essence of older traditions can a genuine and stable modernity be attained. Modern states must be “dynamicâ€, above all else. To be modern, an elite, as the elites of the new states see it, must not fear change; on the contrary, it umst strive to bring it about. It does not wish to remain as it is. It is against the ancien regime ; even where it affirms the past of the country, it stresses its adaptability to the needs of the pressent. “Dynamic†is one of the favorite adjectives of the elites of the new states. The elites pride themselves on their dynamism and they claim that the mass of the population demands it of them. Almost everything else which they esteem presupposes this praise of change.